BEKERJASAMA DENGAN IAI, FE UNY SOSIALISASIKAN AKUNTANSI WAKAF

Pondok pesantren, seperti halnya lembaga lainnya, memerlukan sistem pelaporan keuangan yang kredibel. Berbagai aset dan liabilitas pondok pesantren hendaknya dirinci secara khusus agar dapat dibedakan dengan aset dan liabilitas dari entitas lainnya. Misalnya, barang-barang harus dibedakan, apakah milik pribadi pemilik yayasan, milik ustadz, atau murni aset pondok. Demikian dijelaskan Rizal Yahya di Fakultas Ekonomi (FE) UNY, Kamis (29/11) lalu.

Bekerjasama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) DIY, Fakultas Ekonomi (FE) UNY menyelenggarakan Workshop IAI bagi para akuntan. Workshop diikuti lebih dari 30 akuntan profesional, seperti akuntan, dosen, auditor, dan dari beberapa kantor akuntan publik. Acara yang dibuka oleh Dekan FE UNY Dr. Sugiharsono ini menghadirkan pemateri dari IAI DIY yaitu Prof. Mahfud Sholihin, A.K., C.A. dan Rizal Yahya, Ph.D., A.K., C.A. Workshop ini merupakan acara yang harus diikuti oleh seorang akuntan, terutama agar sertifikat profesinya sebagai akuntan tetap diakui dengan pengumpulan angka kredit dalam setahun.

Sementara itu, Mahfud menyampaikan bahwa kini wakaf juga diatur menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 112. “Selain Undang-Undang Wakaf, kini Dewan Standar Akuntansi Syariah IAI telah mengesahkan Draf Eksposur (DE) PSAK 112: Akuntansi Wakaf. Meskipun diusulkan efektif pada 2021, tetapi ada usulan untuk diterapkan lebih dini,” terangnya.

Tujuan dari DE PSAK 112 ini adalah untuk memberikan pengaturan mengenai pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan atas transaksi wakaf yang dilakukan baik oleh entitas nazhir (penerima wakaf) dan wakif (yang mewakafkan) yang berbentuk organisasi dan badan hukum. “Kebijakan akuntansi atas aset wakaf yang tidak diatur dalam PSAK 112 mengacu pada PSK lain yang relevan,” tambah Mahfud. (fadhli).